Content

Sunday, August 27, 2006

Mama, Cerita Dong ...!

Oleh: Andi Sri Suriati Amal

Kegiatan yang paling disukai kanak-kanak selain bermain adalah bertutur dan mendengar cerita. Dari hikayat sang kancil dan buaya, legenda si Malin Kundang, kisah para Nabi dan Rasul, hingga sejarah kampung halaman atau asal-usul nenek-moyang kita.

Bercerita dan mendengar cerita memang merupakan sarana komunikasi dan pembelajaran yang efektif bagi kanak-kanak. Baik si penutur cerita maupun si pendengar dituntut kreatif, bagaimana mengolah kata-kata dan mengungkapkannya, serta mengalami dan merasakan peristiwa yang dilukiskan terjadi. Disamping menghibur hati, cerita juga dapat membangkitkan semangat, memercikkan inspirasi dan membentuk karakter jiwa. Mungkin karena itu hampir separuh isi kitab suci adalah cerita.

Ada satu tradisi menarik di kalangan orang Jerman yang masih dipertahankan hingga kini, yaitu bercerita kepada anak pada malam ulang tahunnya. Meskipun sangat lelah setelah seharian bekerja, sang ibu tetap akan meluangkan waktunya bercerita kepada anak sebelum tidur. Sambil membuka album keluarga diceritakannya suasana menjelang kelahiran si anak, bagaimana saat masih di dalam kandungan ia bergerak seperti menendang-nendang dari dalam perut, bagaimana tangisan pertamanya ketika baru saja lahir ke dunia, apa yang menjadi kesukaannya waktu masih kecil, dan seterusnya.

Menurut para ahli, banyak manfaat yang didapat dari menuturkan dan mendengar cerita. Diantaranya, bercerita bisa memacu anak gemar membaca, membina keakraban antara orang tua dan anak, melatih anak agar percaya diri dan tidak pemalu. Juga sebagai ajang peningkatan pengetahuan anak sekaligus melatih mereka berpikir divergen (mencari berbagai alternatif solusi untuk satu masalah).

Selain itu dengan bercerita orangtua juga dapat mewarnai anak-anak dengan karakter yang lebih baik dan membantu mereka menghadapi kehidupan di masa datang dengan lebih optimis dan bertanggung-jawab. Namun sering timbul pertanyaan sejak usia berapa anak dibacakan dongeng, usia berapa anak dapat mengerti sesuatu dongeng, cerita jenis apa yang disukai oleh anak serta kapan si anak sebaiknya membaca sendiri buku kesukaan mereka.

Lebih suka mendengar cerita daripada dibacakan buku

Menurut Birgitt Flögel, bercerita dari pengalaman atau menceritakan kembali akan lebih berkesan daripada bercerita sambil membaca buku. Hal itu karena, menurutnya, dengan bercerita seperti ini maka pembawa cerita dengan anak akan terasa lebih dekat (tanpa diganggu oleh konsentrasi pada buku) dan juga memberikan efek yang dalam kepada anak. Tapi yang penting diperhatikan ialah bagaimana menggunakan bahasa yang sederhana sesuai dengan usia anak.

Selain itu pembawa cerita juga bisa langsung melihat reaksi anak sehingga pembawa cerita bisa langsung tahu apakah cerita yang dibawakannya perlu dipotong atau diuraikan lebih jauh. Pembawa cerita bisa langsung memahami alam pikiran anak, sehingga anak juga tidak akan segan untuk memotong cerita dengan pertanyaan.

Pada dasarnya anak pada semua umur senang mendengar cerita. Namun yang perlu diperhatikan oleh orangtua adalah jenis cerita apa yang akan diperdengarkan kepada anak sesuai usianya. Di bawah ini penulis mencoba menguraikan lebih jauh cerita yang menarik bagi anak berdasarkan tingkatan umur anak berdasarkan pengalaman Birgitt Flögel (Erzählst du mir was dalam majalah Kinder, edisi Juni 2006).

Anak Balita Mengerti Isi Cerita

Menurut Flögel, pada usia dini (umur setahun) kanak-kanak sudah dapat menangkap isi sebuah cerita. Pada ulang tahun kedua, dia sudah diceritakan dongeng Suppenkasper, meskipun dari cerita yang didengarnya saat itu pada akhir cerita si Kasper tidak mati melainkan hilang dibawah angin. Sedang pada usianya yang ketiga cerita yang paling dia sukai adalah Märchen vom süßen Brei dan Rotkäppchen. Dari Rotkäppchen bagian yang Birgitt paling sukai adalah percakapan antara Rotkäppchen dengan serigala tentang telinga, mata, tangan dan mulut serigala yang luar biasa besarnya. Dia pun dengan mudah mampu menghafal dan mengulang-ulang bagian percakapan ini.

Selma Lagerlöf dalam biografinya mengatakan hingga kini dia masih ingat semua dongeng yang pernah diceritakan neneknya. Padahal neneknya sudah meninggal ketika Selma masih berusia 3 tahun. Ini berarti pada usia kurang dari 3 tahun Selma bukan hanya dapat menangkap apa yang diceritakan neneknya itu, tapi juga mampu merekam dan mengulang kembali cerita-cerita yang pernah didengarnya dahulu.


Usia 3 Tahun Mulai Berpikir Canggih

Masih menurut Birgitt, pada usia antara 3 hingga 6 tahun, anak dapat dirangsang mengembangkan daya imajinasinya dengan mendengarkan cerita. Para ahli percaya usia 3 hingga 4 tahun adalah masa penuh fantasi dan serba mungkin (magic). Karenanya masa ini ideal untuk mendengarkan dongeng yang agak panjang (fairy tale atau märchen), seperti kisah-kisah yang ditulis Hans Christian Andersen atau Grimm Brothers.

Dongeng yang diceritakan akan berbicara langsung dengan alam bawah sadar anak. Untuk menghidupkan lagi daya fantasi anak, bercerita bisa dibantu dengan buku bergambar atau dengan alat peraga seperti boneka dan lain sebagainya.

Pada usia 3 hingga 6 tahun ini anak-anak mulai mengagumi dan suka membayangkan dirinya sebagai tokoh tertentu dalam dongeng yang diceritakan. Dipercaya bahwa dongeng-dongeng yang terdapat di seluruh dunia mempunyai alur cerita yang sama: tentang keberanian dan kepahlawanan melawan kejahatan, kesabaran dan kesungguhan akan membawa kesuksesan, dan sebagainya. Hampir semua dongeng-dongeng itu mempunyai karakter dan tipe-tipe tokoh yang mirip. Misalnya, selalu ada tokoh yang kuat dan lemah, baik dan jahat.

Usia 7 Tahun Membaca Buku, Majalah atau Komik

Apabila anak menginjak usia 7 tahun, orang tua sebaiknya menggalakkan anak untuk membaca sendiri cerita-cerita dalam buku, komik atau majalah kesukaannya. Sedang untuk acara bercerita bisa diteruskan dengan mengambil tema dari segala peristiwa atau kejadian harian yang dialami anak, misalnya kunjungan ke dokter gigi dan sebagainya atau meminta anak bercerita tentang buku yang sudah dibacanya. Topik yang lain yang juga menarik bagi anak usia ini adalah bercerita tentang idolanya, cita-citanya, kesukaannya, harapan-harapannya serta apa-apa yang dicemaskannya.

Anak usia sekolah juga lebih menyukai cerita tentang masa kecil orang tuanya atau neneknya. Biasanya mereka sangat menikmati cerita tentang masa sekolah mama atau papanya, tentang momen-momen yang tak dapat dilupakan. Anak juga sangat tertarik dengan cerita bagaimana orang tuanya melalui masa-masa sedih maupun gembira. Dengan begitu anak akan mendapat perbandingan dan pelajaran jika si anak sendiri mengalami hal serupa. Dari sini orang tua dapat membagi pengalaman dengan anak, secara turun-temurun dapat menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai luhur kepada anak, menanamkan moral serta melatih anak berpikir rasional dan praktis dalam menyelesaikan masalah serta dalam mengambil keputusan.


Waktu Bercerita

Meskipun susah mencari waktu, orang tua semestinya menyempatkan diri untuk bercerita menjelang tidur. Cerita menjelang tidur tidak perlu panjang, cukup sekitar 15-20 menit. Untuk itu jadwal makan malam perlu dimajukan agar cukup waktu untuk bersantai sebelum tidur. Bisa juga disepakati dengan anak tentang berapa kali perlu bercerita dalam seminggu. Jadi, tidak mesti setiap hari. Memberikan cerita sebagai hadiah juga baik, karena menjadi 'surprise' bagi anak. Waktu lain yang juga ideal untuk bercerita ialah saat di perjalanan (dalam kendaraan) atau ketika antri menunggu giliran (di puskesmas, di bandara, dan sebagainya).

Jadi, tunggu apa lagi? Bila anda belum pernah atau sudah lama tidak mendongeng untuk anak, mulailah dari sekarang menggiatkan lagi aktivitas ini. Ingat, pengalaman yang mereka dapatkan pada tahun-tahun pertama kehidupannya di dunia ini bisa sangat mempengaruhi jiwa mereka di kemudian hari.

Frankfurt, 29 Juli 2006

No comments: